HAMPARAN batu putih berkilau di bawah terik matahari seolah menyambut setiap pengunjung yang tiba di Pantai Batee Puteh, salah satu destinasi alam yang belakangan semakin populer di Kecamatan Meukek, Aceh Selatan. Pantai ini disebut-sebut sebagai “surga tersembunyi”, bukan hanya karena letaknya yang sedikit jauh dari jalur utama wisata, tetapi juga karena pesona alamnya yang tampil sederhana namun begitu unik.
Pantai Batee Puteh mendapat namanya dari ribuan batu berwarna putih gading yang memenuhi garis pesisir. Batu-batu itu bukan hasil dari penataan manusia, melainkan produk alami dari proses abrasi yang terjadi selama puluhan tahun.
Ombak mengikis bebatuan dasar laut, lalu membawanya ke daratan dan menumpuknya di sepanjang pantai. Saat matahari naik tinggi, permukaan batu itu memantulkan cahaya terang, memberikan kesan seolah-olah pantai dilapisi serpihan mutiara. Banyak wisatawan menganggap pemandangan ini sebagai daya tarik utama yang tidak dimiliki pantai lain di Aceh.
Warga setempat memanfaatkan keberadaan batu putih itu dengan cara yang tetap menjaga kelestariannya. Batu-batu yang telah terangkat alami ke daratan dikumpulkan, dipilah berdasarkan ukuran, lalu dijual sebagai bahan dekorasi taman dan halaman rumah.
Harganya bervariasi, mulai dari Rp15 ribu hingga Rp100 ribu per karung, tergantung ukuran dan kebersihan batu. Uniknya lagi, batu putih itu juga memiliki nilai budaya tersendiri karena sering digunakan masyarakat untuk menaburi makam saat ziarah Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
Selain panorama alamnya, suasana tradisional di sekitar pantai menjadi pengalaman tersendiri bagi pengunjung. Setiap pagi, nelayan setempat turun ke laut menggunakan perahu kayu tanpa mesin yang disebut jaloe.
Kesunyian pagi bercampur suara ombak dan remo perahu menciptakan suasana harian yang sederhana namun memikat. Ketika nelayan kembali, warga biasanya ikut membantu menarik perahu ke daratan, lalu hasil tangkapan langsung dijual di area sekitar pantai. Aktivitas ini sering menjadi tontonan menarik bagi wisatawan karena memperlihatkan budaya pesisir yang masih sangat terjaga.
Tak jauh dari bibir pantai, terdapat sebuah kolam alami bernama Poe Mbon. Kolam ini memiliki air yang sangat jernih dan tetap bening hingga ke musim kemarau panjang. Banyak pengunjung singgah ke kolam ini untuk membilas tubuh setelah bermain ombak atau sekadar merasakan kesegaran airnya.
Lokasinya yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari laut membuat kolam ini menjadi tempat favorit, terutama bagi pengunjung yang membawa anak-anak. Pantai Batee Puteh juga menyimpan nilai sejarah, salah satunya melalui keberadaan makam ulama bernama Said Ahmad.
Tokoh ini dikenal hidup sekitar tahun 1840 hingga 1940 dan dikisahkan sebagai pejuang yang pernah bertarung melawan penjajah. Masyarakat mempercayai bahwa Said Ahmad memiliki pedang sepanjang empat meter sebagai simbol kekuatan dan keberaniannya.
Makamnya yang dihiasi batu putih menjadi bagian dari identitas pantai ini dan sering diziarahi oleh warga sekitar maupun pendatang. Meski memiliki pesona alam yang kuat, Pantai Batee Puteh tetap menghadapi tantangan, terutama dari sisi fasilitas.
Secara akses, Pantai Batee Puteh berada di Gampong Lhok Aman, Kecamatan Meukek. Jaraknya sekitar 22 hingga 28 kilometer dari Kota Tapaktuan dan dapat ditempuh dalam waktu 30 hingga 45 menit. Lokasinya cukup dekat dari jalan nasional, sehingga wisatawan tidak perlu menempuh jalur ekstrem untuk mencapai pantai. Letaknya yang berada tak jauh dari pemukiman warga juga membuat suasana di sekitar pantai terasa hidup, namun tetap tenang.
Keberadaan Pantai Batee Puteh kini mulai mendapat perhatian publik lebih luas. Pada 2025, pantai ini memenangkan Anugerah Pesona Indonesia (API) kategori Surga Tersembunyi.
Tidak berlebihan rasanya jika pantai ini disebut sebagai salah satu permata Aceh Selatan yang wajib disinggahi bagi siapa saja yang ingin merasakan keindahan pesisir dalam suasana yang alami dan menenangkan. (ASG)
