DI DALAM kompleks Museum Aceh di Banda Aceh, terdapat sebuah lonceng raksasa yang menggantung di dalam bangunan kecil. Lonceng ini, yang warnanya sudah mulai berkarat, menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Tepat di bawahnya, ada sebuah monumen yang menjelaskan asal usul lonceng yang pernah dirampas oleh Portugis ini. Lonceng ini dikenal dengan nama lonceng Cakra Donya.
Menurut catatan sejarah, lonceng ini merupakan hadiah dari Laksamana Cheng Ho kepada Sultan Pasai. Cheng Ho memberikan lonceng tersebut saat ia mengadakan ekspedisi yang membawanya ke Tanah Rencong.
Beberapa waktu kemudian, Kerajaan Pasai berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam, dan lonceng tersebut dibawa ke pusat kerajaan oleh Sultan Ali Mughayatsyah. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17, lonceng ini ditempatkan di kapal perang Aceh bernama Cakra Donya.
Awalnya, lonceng ini digunakan sebagai alat pemanggil jika terjadi keadaan darurat di laut. Namun, ketika kapal perang tersebut dirampas oleh Portugis, lonceng ini sempat berpindah tangan sebelum akhirnya dikembalikan ke Kesultanan Aceh.
Setelah dikembalikan, lonceng ini ditempatkan di kompleks Istana Darud Dunia di dekat Masjid Raya Baiturrahman. Fungsinya pun berubah menjadi alat pemanggil untuk salat dan penanda waktu berbuka puasa.
Pada abad ke-19, lonceng Cakra Donya digantung di bawah pohon di depan kantor regional Belanda Kutaraja. Pada Desember 1915, lonceng ini kemudian menjadi bagian dari koleksi Museum Aceh. Lonceng ini merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang menggambarkan hubungan harmonis antara Kesultanan Pasai dan Dinasti Ming.
Laksamana Cheng Ho, yang memberikan lonceng ini, dikenal sebagai seorang muslim yang taat. Dia melakukan ekspedisi ke Aceh untuk memperdalam pemahaman agama Islam. Lonceng yang diberikannya menjadi simbol harmonisasi antara Kesultanan Pasai dan Dinasti Ming, menunjukkan betapa kuatnya hubungan diplomatik dan kebudayaan antara kedua kerajaan pada masa itu.
Museum Aceh, dengan koleksi lonceng Cakra Donya yang penuh sejarah ini, menawarkan pengalaman wisata yang unik bagi para pengunjung. Lonceng ini tidak hanya sebagai saksi bisu perjalanan sejarah, tetapi juga sebagai pengingat akan hubungan diplomatik yang erat di masa lalu.
Berkunjung ke sini memberikan kesempatan untuk melihat lebih dekat peninggalan sejarah yang kaya dan memahami lebih dalam tentang masa lalu Aceh yang gemilang. (ASG)