Mesjid Teungku Di Pucok Krueng telah berusia 397 tahun. Mesjid tua dengan arsitek klasik berbentuk empat persegi ini terletak dekat bantaran sungai Krueng Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
Mesjid ini beratap tumpang tiga. Berdinding kayu dengan ukiran dekoratif motif Aceh, serta sulur-suluran. Di luar dinding, terdapat teras yang dipisahkan dinding tembok setinggi 95 cm dan tebal 26 cm. Muka atap teras terdapat ukiran salur-saluran dengan kombinasi beberapa warna.
Ada 16 tiang kayu sebagai soko guru yang memopang atap bagian atas mesjid tersebut untuk berdiri dengan kokoh. Tiang-tiang itu berbentuk segi delapan. Selain tiang soko guru, ada juga 4 tiang gantung turut menopang atap bagian atas. Lantainya berbahan semen.
Saluran-saluran dan hiasan motif bungan juga terlihat pada balok pengikat antara tiang soko guru dan tiang gantung. Di sisi barat bangunan, terdapat bagian yang menjorok keluar yang difungsikan sebagai mihran. Di dalam, ada sebuah mimbar dari tembok semen bercat putih, dan atap dari tirab atau kacu dengan pola salur-saluran dan bunga.
Mesjid Teungku Di Pucok Krueng pertama kali dipugar pada tahun 1947 tanpa merubah bentuk aslinya. Di tahun 1952 dan 1990 di pugar kembali dengan menambahkan dinding seluruh bagian mesjid, serta mengantikan tiang-tiang, serta atap yang telah rusak.
Mesjid tersebut dibangun sekitar tahun 1622 Masehi oleh Teungku Abdussalam, ada sebagian menyebutnya Abdussalim atau tersohor dengan nama Teungku Chik Di Pucok Krueng. Ia seorang ulama dan berasal dari Madinah. Teungku Abdussalim datang melalui selat Malaka hingga sampai ke Meureudu bersama dengan Teungku Japakek dan Malim Dagang untuk menyebarkan ajaran Islam masa itu.
Teungku Abdussalim selain sebagai saudagar dan ahli di bidang agama, ia juga ahli dalam bidang pertanian dengan sebutan Poh Roh atau Peugoet Blang (cetak sewah baru). Areal persawahan yang dikelola itu menjadi aset untuk kemakmuran mesjid.
Di mesjid itu, ada menyimpan sebuah guci kuno yang dianggap keramat. Guci kuno tersebut berasal dari Madinah dengan ukuran mulut guci berdiameter 35 cm, badan guci 80 cm. Guci ini di simpan dalam sebuah bilik dengan ukuran 120×120 cm yang terletak di depan bangunan mesjid bagian utara.
Guci ini digunakan untuk menyimpan air minum, mandi, basuh muka, dan wudhu para jamaah salat fardhu. Bahkan banyak warga sekitar dan dari luar daerah menyakini air dalam guci itu sebagai penawar penyakit.
Ada larangan bagi bagi wanita sedang haid untuk mengambil air dalam guci. Larangan di tulis dalam sebuah kalimat di depan Mesjid, dengan bunyi: Jika guci keramat ini didekati oleh kaum hawa yang sedang berhalangan (datang bulan), maka pada malam hari bangkai tikus akan mengapung dalam air guci.
Selain guci, ada juga benda sejarah peninggalan mendiang peninggalan Teuku Abdussalim yang masih dirawat oleh petugas kenaziran yaitu sebuah tongkat rotan dengan panjang 163 cm.
Hingga saat ini, banyak orang berkunjung dan beribadah, serta melepas nazar di Mesjid Teungku Di Pucok Krueng. Bagi para wisatawan dari timur Banda Aceh, jarak tempuh untuk mencapai lokasi berkisar 156 km, letaknya persis di tepi Jalan Banda Aceh-Medan.
Dari Banda Aceh ke Pidie Jaya, para wisatawan bisa menggunakan jasa angkutan umum dengan harga tiket perjalanan dari Rp 50.000- Rp. 80.000 tergantung jenis angkutan. Sementara itu, jarak kota Meureudu ke tempat Mesjid Teungku Di Pucok Krueng lebih kurang 4 km, dan ada beberapa penginapan berada di pusat kota nantinya yang bisa anda jumpai.
Foto: https://situsbudaya.id