DAMARAN Baru terletak di pinggir Jalan Bireuen-Takengon. Ketika memasuki kampung ini, mata akan dimanjakan oleh ragam bunga yang tumbuh di sepanjang jalan desa. Hawa sejuk pun menyambut.
Awalnya Damaran Baru sama seperti desa pada umumnya di dataran tinggi Gayo. Suasana dingin menyelimuti tiap sendi kampung. Rumah-rumah kebanyakan berkonstruksi kayu.
Aneka bunga-bunga hias tumbuh subur di pekarangan. Berikut kebun-kebun kecil terawat rapi di sekeliling rumah warga. Ditanam cabai, tomat, terong, atau kopi. Seringnya, siapa pun yang baru menginjakan kaki di Gayo, langsung kepalang betah untuk berlama-lama.
Di Damaran Baru segalanya berubah pada 2015 silam. Bukan bentuk kampung atau rumah warganya. Juga bukan kebun-kebun yang bersalin rupa tanaman hingga membuat orang di sana kaya raya. Tapi karakter warganya. Hal paling fundamental yang bikin Damaran Baru kesohor seantero Negeri.
Alkisah, hujan turun pada bulan September 2015 di kampung yang berada di kaki Gunung Burni Telong itu. Gunung berapi aktif ini telah memberi banyak manfaat untuk masyarakat di sana. Tapi tak ada yang peduli bahwa Burni Telong juga bisa marah dan mendatangkan malapetaka.
Gunung berapi tersebut tidak meletus. Melainkan mengirim banjir ke kampung. Peristiwa itu terjadi pada sore hari. Sebelumnya, hujan memang telah mengguyur Damaran Baru sejak siang. Warga yang berada di kebun menyudahi pekerjaan dan pulang ke rumah untuk istirahat.
Saat sebagian warga sedang asyik istirahat, dari hulu kampung terdengar suara gemuruh. Lamat-lamat kian mendekat. Sungai jadi meluap. Banjir bandang rupanya datang.
“Airnya keruh dan bau, seperti bau belerang. Kayu-kayu dari hulu gunung menumpuk terbawa banjir bandang,” kata Sumini, warga Damaran Baru mengenang kejadian itu.
Warga seperti sedang menelan pil pahit akibat kejadian banjir bandang tersebut. Kebun kopi mereka rusak. Tanaman palawija juga tersapu banjir. Beberapa rumah hancur.
Lalu apa yang menyebabkan banjir bandang melanda kampung yang terletak di Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah itu?
“Hutan kami rusak. Dirusak pembalakan liar,” jawab Sumini.
Sumini baru mengetahui penyebab banjir bandang belakangan. Setelah melihat langsung bagaimana kondisi hutan di Burni Telong. Biasanya, selain mengerjakan aktifitas rumahan, sebagian perempuan Damaran Baru saban hari hanya pergi berladang.
Sangat jarang kaum perempuan masuk menyusuri hutan itu lebih jauh. Paling pun ada, hanya mencari tanaman yang bisa dimakan dan bunga hias di kaki gunung.
Hanya laki-laki yang sering masuk hutan untuk berburu rusa dan mengambil kayu. Aktifitas yang telah berlangsung lama ini, ditambah lagi dengan kedatangan perambah hutan dari luar kampung, menyebabkan Burni Telong sakit. Hutan-hutan di sana mulai gundul dan kemudian mendatangkan banjir.
Trauma bencana ternyata menggerakan warga Damaran Baru berubah. Terutama kalangan perempuan yang ingin melindungi kampung agar tak terulang kejadian yang sama.
Mereka mulai membentuk rangers penjaga hutan. Kerap dikenal dengan Mpu Uteun. Dalam bahasa Gayo memiliki arti; penjaga hutan.
Berbekal izin dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019 tentang pengelolaan hutan desa, perempuan-perempuan di Damaran Baru mulai menjaga hutan yang telah rusak.
Lewat komando Sumini, yang menjabat Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung [LPHK] Damaran, perempuan di sana mulai mengembalikan fungsi hutan. Mereka menanam pohon sembari berpatroli menjaga hutan dari pembalakan liar dan pemburu satwa dilindungi.
Beberapa laki-laki di kampung pun mulai sadar dan ikut terlibat. Mereka mendampingi perempuan Mpu Uteun saat berpatroli.
Desa Wisata
Kelompok perempuan Mpu Uteun berhasil membuat Burni Telong kembali sehat dan terjaga. Mereka kemudian memikirkan bagaimana mengembangkan potensi kampung menjadi sumber ekonomi baru bagi warga.
Usai rembuk beberapa kali, wacana desa wisata berbasis alam (eco village) mengerucut dijadikan tujuan bersama. Warga mulai sadar tentang potensi wisata di Damaran Baru yang bisa dikelola untuk mendatangkan wisatawan. Gunung Burni Telong adalah ‘pemikat’ utamanya.
Mulailah desa dipermak cantik. Bunga-bunga hias ragam warna ditanam di sepanjang jalan kampung. Beberapa warga mulai menyulap rumahnya jadi homestay. Wisatawan lokal dan mancanegara mulai berkunjung ke sana menikmati suasana pedesaan yang asri. Selain itu, pramuantar warga lokal siap mengantar wisatawan mendaki gunung Burni Telong lewat jalur kampung Damaran Baru.
Usaha yang menghasilkan cuan lainnya juga datang dari budidaya lebah madu sari bunga pohon Kaliandra. Pohon ini tumbuh mudah di pekarangan dan halaman belakang rumah warga. Motor penggerak dari semua kegiatan tersebut adalah perempuan-perempuan Mpu Uteun.
“Dulu saya salah satu yang menolak mereka. (Mpu Uteun). Tapi sekarang saya malah mendapat manfaat dari kegiatan mereka,” kata Aliman, warga setempat yang rumahnya kini jadi salah satu homestay di Damaran Baru.
Aliman mengatakan kehadiran perempuan penjaga hutan ini selain memberi manfaat ekonomi, juga berdampak baik terhadap lingkungan di kampung. Pun manfaat paling besar adalah Burni Telong yang merupakan ‘jantung’ bagi warga Damaran Baru kini tak lagi dijamah oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Berhasil menjaga lingkungan dan mengembangkan potensi wisata desa, bikin nama Damaran Baru kesohor. Kampung itu pun diganjar juara pertama Anugerah Pesona Indonesia 2020 kategori ekowisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (ASG)
Penulis: Alfath