8 Rekomendasi Destinasi Wisata di Aceh yang Wajib Dikunjungi

Museum Aceh. | Foto : AcehTourism.Travel
Museum Aceh. | Foto : AcehTourism.Travel

Bagikan

8 Rekomendasi Destinasi Wisata di Aceh yang Wajib Dikunjungi

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

ACEH merupakan provinsi yang terletak di paling ujung barat Indonesia. Daerah ini dikenal dengan syariat Islamnya. Namun siapa sangka melalui sektor pariwisata, Aceh bisa dikenal hingga ke mancanegara.

Berikut sejumlah objek wisata populer di Aceh yang menarik untuk dikunjungi;

1. Museum Aceh

Museum Aceh. | Foto : Kba.one/Wahyu Majiah

Museum Aceh adalah magnet sejarah yang berdiri sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Bahkan, pada masa itu, museum ini diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Jenderal HNA Swart, pada 31 Juli 1915.

Bentuk bangunan museum ini mengambil prototipe Rumah Tradisional Aceh, atau sekarang lebih sohor dengan sebutan Rumoh Aceh. Dari catatan sejarah terungkap bahwa bangunan itu berasal dari Paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang, pada 13 Agustus − 15 November 1914. Usianya setara 108 tahun.

Tetapi, tahukah Anda? Rumoh Aceh ini terbagi menjadi tiga ruangan yang menyimpan koleksi pernak-pernik bersejarah peninggalan masyarakat Aceh.

Di ruang depan, disebut seramoe keu (serambi depan). Ruang polos tanpa kamar ini berfungsi sebagai ruang tamu laki-laki, ruang belajar mengaji anak laki-laki pada malam maupun siang hari, dan tempat tidur tamu laki-laki.

Tak hanya itu, pada momen tertentu seperti upacara perkawinan juga digunakan sebagai tempat jamuan makan bersama. Di ruangan ini, ada sejumlah benda peninggalan sejarah di antaranya kupiah meukutop, set perhiasan mini pada boneka mini, mata uang, tempat lilin, wadah termos rotan, keranjang rotan kecil, sarung songket, dan kain songket.

Berikutnya, ruang yang menjadi bagian inti dari rumoh Aceh bernama seramoe teungoh (serambi tengah). Nama lainnya, juga disebut sebagai rumoh inong (rumah induk). Ruangan ini sedikit agak lebih tinggi dibandingkan seramoe keu. Tempat ini dianggap suci karena bersifat sangat pribadi.

Pada ruangan ini ditemukan dua bilik saling berhadapan. Kedua kamarnya digunakan sebagai tempat tidur kepala keluarga atau pemilik rumah. Bila ada anak perempuan yang baru kawin, maka dia akan menempati kamar ini, sedangkan orang tuanya pindah ke anjong. Ruangan ini menyimpan antara lain toples kristal, pakinangan, botol kristal, tah bu, baju gayo, baju tradisional pria Aceh, lampu duduk/panyot duk, siwaih, dan rencong.

Terakhir, ruang belakang disebut seramoe likoet (serambi belakang). Ruang polos tanpa kamar ini berfungsi sebagai ruang tamu perempuan. Luasnya sama dengan seramoe keu. Diperuntukkan bagi kaum perempuan, digunakan untuk ruang belajar mengaji anak perempuan.

Apabila ada tamu perempuan yang datang maka dipakai sebagai tempat musyawarah, tempat tidur para tamu, dan tempat makan bersama untuk orang perempuan. Hal ini karena antara tamu laki-laki dan perempuan tidak disatukan. Ruang ini menyimpan di antaranya pluman, cambung keramik bertutup, piring keramik, mangkuk, dompet pandan, eumpang kulit kayu, dan tikar/tika.

Di samping itu, juga terdapat bangunan baru yang berdiri di kawasan Museum Aceh yaitu gedung pameran tetap, gedung pertemuan, gedung pameran temporer dan perpustakaan laboratorium, serta rumah dinas.

Museum buka mulai pukul 09:00-12:00 WIB, dan lanjut pada pukul 13:30-16:15 WIB. Pada momen weekend, biasanya museum akan ramai pengunjung. Fasilitas di museum juga cukup memadai seperti tersedianya musala, toilet, temporer, dan kantin.

2. Rumah Cut Nyak Dhien

Rumah Cut Nyak Dhien. | Foto : Tasya Winanda

Rumah Cut Nyak Dhien adalah rumah panggung pemberian Belanda kepada pahlawan asal Aceh, Teuku Umar. Rumah dengan konstruksi kayu dan beratap rumbia ini seperti rumah adat Aceh pada umumnya. Lokasinya terletak di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar.

Bangunan rumah ini berukuran 25×17 meter. Sejarahnya, rumah ini merupakan replika dari bangunan asli yang dibakar Belanda pada 1896 dan dibangun kembali pada 1987. Rumah ini mempunyai 10 ruangan terdiri dari satu anjungan, satu ruang makan, empat serambi, dan empat kamar.

Rumah ini dibangun kembali pada 1981 dan rampung  pada 1982. Di tahun 1987, akhirnya Rumah Cut Nyak Dhien diresmikan sebagai rumah cagar budaya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Awalnya, sejarah berdirinya rumah ini pada 1893 ketika Teuku Umar menjalankan siasat kerja sama dengan Belanda. Waktu itu, Teuku Umar mendapatkan fasilitas dari pemerintah Belanda. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland.

Di ruang makan rumah itu, ada surat yang ditulis menggunakan Bahasa Arab Melayu. Itu merupakan surat kuasa Teuku Umar sebagai Panglima Besar Departemen Hindia Belanda. Ketika itu Teuku Umar mendapat fasilitas sebagai panglima perang.

Pada era itu, terungkap bahwa arsitek rumah tersebut adalah Cut Nyak Dhien sendiri. Bahkan, desain rumah itu dibangun dengan penuh filosofi-filosofi Islam. Sebagai contoh, tiang rumah Cut Nyak Dhien jumlahnya 65, sedangkan 6 dan 5 adalah lambang dari rukun iman dan Islam. Setiap sendi dari Rumah Cut Nyak Dhien ada makna filosofi Islam di dalamnya.

3. Toko Kue Tradisional Khas Aceh

Toko kue tradisional di Aceh. | Foto : Istimewa

Aceh tak cuma masyhur wisata sejarah, religi, alam dan kuliner. Dari ragam cita rasa kue khasnya yang dominan rasa manis menggugah selera, juga menjadi andalan tersendiri. Provinsi dengan pahlawan wanita terbanyak di dunia ini memiliki jenis kue tradisional yang variatif.

Anda penasaran sama rasanya, tapi bingung mau cari di mana? Jangan khawatir! Anda bisa menemukan deretan toko aneka kue tersebut di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Kawasan ini dikenal sebagai sentra penjualan kue-kue khas Aceh.

Kue tradisional Aceh yang dijual di sana seperti kue kara, seupet (semprong), dan dodol, kue adee, meusekat, wajik, bhoi, lontong paris, bada reteuk, sagon, manisan pala, bungong kayee, dan lainnya. Menariknya, jenis kue tersebut sering kali dijadikan sebagai antaran atau seserahan pada acara resepsi pernikahan.

4. Museum Tsunami Aceh

Museum Tsunami Aceh. | Foto : Disbudpar Aceh

Tak hanya menyimpan benda bersejarah, desain arsitektur museum tsunami Aceh ini terlihat berkelas dan menakjubkan. Museum ini disebut-sebut sebagai museum termegah yang pernah ada di Banda Aceh. Ditaksir, pagu anggaran pembangunan museum ini mencapai Rp70 miliar.

Museum tsunami terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, dekat Simpang Jam, berseberangan dengan Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Diresmikan pada Februari 2008.

Tujuan pembangunan museum ini untuk mengenang peristiwa tsunami 2004 yang merenggut ratusan ribu jiwa rakyat Aceh. Bahkan, tempat ini juga dijadikan sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami sewaktu-waktu datang kembali.

Bangunan museum ini didesain oleh Dosen Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB), M Ridwan Kamil, kini Gubernur Jawa Barat. Desain berjudul “Rumoh Aceh as Escape Hill” ini mengambil ide dasar rumoh Aceh yaitu rumah tradisional masyarakat Aceh berupa bangunan rumah panggung.

Museum ini terdiri dari dua lantai. Lantai satu merupakan area terbuka yang bisa dilihat dari tampak luar, fungsinya sebagai tempat untuk mengenang peristiwa tsunami. Di lantai 1, terdapat sejumlah ruang berisi rekam jejak kejadian tsunami 2004 di antaranya ruang pamer temporer, ruang pamer tetap, ruang pamer tsunami, pra-tsunami, saat tsunami, dan ruang pasca-tsunami.

Kemudian, ada lorong tsunami (tsunami alley), ruang kenangan (memorial hall), ruang sumur doa (chamber of blessing), sumur doa, ramp cerobong, lorong kebingungan, jembatan perdamaian, potret peristiwa tsunami, artefak jejak tsunami, dan diorama.

Sedangkan di lantai dua museum berisikan media-media pembelajaran seperti perpustakaan, ruang alat peraga, ruang empat dimensi (4D), dan souvenir shop.

Tiket masuk ke area museum perorangnya Rp5.000/dewasa, Rp3.000/anak, dan Rp10.000/turis asing. “Bayi tidak pakai tiket,”. Jadwal operasional kunjungan museum dibuka mulai pukul 09.00-12.00 WIB, dilanjutkan pukul 14.00-16.00 WIB. Terkecuali hari Jumat, museum ditutup.

5. Pantai Lampuuk

Pantai Lampuuk. | Foto : Istimewa

Pantai Lampuuk kerap disebut-sebut sebagai primadonanya wisata Aceh Besar. Bagaimana tidak? Pantai berjarak lebih kurang 20 kilometer dari pusat ibu kota Provinsi Aceh ini tak pernah sepi pengunjung. Destinasi wisata paling populer di Aceh Besar ini memiliki kemolekan pesona alam dan sangat eksotik.

Terdapat sejumlah gapura di jalur masuk menuju lokasi yaitu Babah Satu, Babah Dua, Babah Tiga, Babah Empat, dan Tebing Lampuuk. Lokasi tepatnya berada di Desa Meunasah Masjid, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Tiket masuk ke kawasan ini dikenakan Rp3000/orang. Waktu berkunjung dibuka mulai pukul 08.00-18.00 WIB.

6. Gunongan

Gunongan. | Foto : Tasya Winanda

Taman Sari Gunongan dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1607-1636 Masehi. Taman ini digunakan untuk tempat bersenang-senang permaisuri Sultan Iskandar Muda, Putri Pahang, anak Sultan Johor.

Gunongan merupakan gunung tiruan dengan bentuk bangunan setinggi 9,5 meter. Bangunan berwarna putih ini berbentuk miniatur perbukitan yang dibangun pada abad ke 17 di periode Pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Bentuknya oktagon, namun jika dilihat sepintas menyerupai bunga dengan tiga lapisan. Di salah satu sisinya terdapat pintu masuk menuju ke lapis ke tiga, berupa sebuah tiang batu berbentuk mutiara bermahkota di tengahnya.

Bangunan yang terlihat cukup elegan ini menjadi salah satu landmark Kesultanan Aceh yang tersisa dari penghancuran militer kolonial Belanda. Hingga sekarang, keberadaan bangunan ini masih utuh.

Tak jauh dari Gunongan, mengalir sungai Krueng Daroy. Uniknya, sungai buatan ini mengalirkan air dari Mata Ie hingga Krueng Aceh. Keindahan aliran Krueng Daroy dapat dinikmati ketika melintas di sisi Meuligoe Gubernur Aceh.

Gunongan terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.

7. Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman. | Foto : Dokumen Kba.one

Masjid Raya Baiturrahman merupakan masjid paling megah di Aceh. Masjid ini adalah peninggalan Kerajaan Aceh yang menjadi simbol agama, budaya, dan perjuangan masyarakat Aceh.

Arsitek perancang Masjid Raya Baiturrahman yang baru adalah seorang kapten angkatan darat Belanda bernama Gerrit van Bruins. Untuk menentukan arsitektur masjid, ia juga berkonsultasi dengan Snouck Hurgronje dan penghulu masjid Bandung.

Ciri khas masjid ini memakai gaya arsitektur Mughal, ditandai dengan bangunan yang memiliki menara dan kubah besar mirip Taj Mahal di India.

Awalnya, Masjid Raya Baiturrahman dibangun oleh Sultan Iskandar Muda periode 1607-1636 pada 1612 Masehi. Sejarah mencatat, masjid ini sempat dibakar Belanda. Tetapi, tahukah Anda? Masjid ini dapat selamat dari dahsyatnya terjangan tsunami Aceh tahun 2004, lho! Saat kejadian tragis 2004 itu, masjid ini digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi para korban untuk mengungsi.

Objek wisata religi ini merupakan masjid multifungsi karena selain digunakan untuk salat, juga sebagai tempat mengadakan zikir, pengajian, perhelatan acara keagamaan, dan pre-wedding.

8. Monumen Pesawat RI-001 Seulawah

Monumen Pesawat RI-001 Seulawah. | Foto : Tasya Winanda

Monumen Replika Pesawat Seulawah RI-001 merupakan monumen berbentuk pesawat. Pesawat itu adalah replika dari pesawat pertama milik Indonesia yang dibeli dengan bantuan dana sumbangan dari rakyat secara sukarela.

Tujuan monumen ini didirikan untuk mengenang perlawanan rakyat Aceh dengan Belanda pada agresi militer tahun 1948. Pesawat berjenis Dakota DC-3 ini memiliki panjang 19,66 meter dan rentang sayap 28,96 meter yang mampu terbang hingga kecepatan 346 km/jam.

Tak hanya berjasa dalam perjuangan Indonesia meraih kedaulatan, pesawat ini juga merupakan cikal bakal maskapai penerbangan di Indonesia. Pada zaman itu, pesawat RI 001 ini berperan mengangkut senjata, mengantar perjalanan Presiden Soekarno dalam membangkitkan semangat para pemuda, dan membantu menyebarkan berita perjuangan serta kedaulatan Indonesia ke berbagai daerah hingga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Monumen ini terletak di Lapangan Blang Padang, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Jarak tempuhnya hanya 1 km saja dari pusat Kota Banda Aceh.

Ada apalagi di Lapangan Blang Padang? Di lapangan ini juga terdapat Monumen Thanks to The World.

Lapangan Blang Padang merupakan salah satu alun-alun di Banda Aceh. Lapangan seluas 8 hektare ini sering dimanfaatkan masyarakat sebagai spot olahraga. Bukan hanya itu, di sini juga tersedia berbagai kuliner.

Area Blang Padang juga dilengkapi bermacam wahana permainan yang bisa dinikmati oleh orang dewasa dan anak-anak di antaranya odong-odong, mewarnai, memanah, istana balon, dan lain sebagainya.

Masyarakat senang menghabiskan weekend di lapangan ini bersama sanak saudara, kerabat, rekan, pasangan, dan orang terdekatnya. Seperti dilakukan Desi, warga Keutapang, Aceh Besar. Ia datang bersama putrinya untuk mewarnai sebuah gambar. Biasanya, di hari libur ia memang sering membawa anaknya bermain di sini.[]

Penulis : Tasya Winanda

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Bagikan