Benteng Tugu Kuta Reh, Saksi Sejarah Kekejaman Belanda di Aceh Tenggara

Benteng Tugu Kuta Reh di Desa Kutarih Kecamatan Babussalam menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Kabupaten Aceh Tenggara (foto:aceh.tribunnews.com)
Benteng Tugu Kuta Reh di Desa Kutarih Kecamatan Babussalam menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Kabupaten Aceh Tenggara (foto:aceh.tribunnews.com)

Bagikan

Benteng Tugu Kuta Reh, Saksi Sejarah Kekejaman Belanda di Aceh Tenggara

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

KABUPATEN Aceh Tenggara selain menawarkan berbagai destinasi wisata alam yang indah, sejuk dan mempesona, juga menyimpan banyak sejarah.

Bukti-bukti yang menunjukkan rekam jejak sejarah di Aceh Tenggara ini juga bisa disaksikan oleh pengunjung, karena telah dijadikan sebagai objek wisata.

Salah satunya ialah Benteng Tugu Kuta Reh, atau juga sering disebut dengan Benteng Tugu Kutarih.

Benteng ini menjadi salah satu objek wisata di Kabupaten Aceh Tenggara.

Terletak di Desa Kutarih, Kecamatan Babussalam, benteng ini menjadi saksi bisu bagaimana kekejaman pasukan Belanda terhadap masyarakat Tanah Alas.

Di Lokasi ini menyimpan sejarah rakyat suku Alas yang berjuang melawan penjajahan Belanda ratusan tahun yang lalu.

Tak hanya masyarakat umum, objek wisata ini juga menjadi tujuan kunjungan oleh pelajar hingga pejabat lokal.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Kadisparpora) Kabupaten Aceh Tenggara Bakri Saputra Spd MSi mengatakan, setiap tahun pada hari-hari besar nasional, Benteng Tugu Kutarih selalu dikunjungi oleh pejabat dan pelajar.

Misalnya, pada peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

Tujuannya ialah untuk berziarah di kuburan para pejuang.

“Tugu benteng Kutarih ini saksi bersejarah perlawanan masyarakat Alas melawan penjajah pada 14 Juni 1904. Ini harus dilestarikan karena merupakan bukti sejarah yang tentunya harus kita warisi kepada generasi muda bangsa Indonesia khususnya Aceh Tenggara,”ujar Bakri Saputra, Senin (31/9/2024).

Sejarah di Benteng Tugu Kuta Reh

Peristiwa yang terjadi di Benteng Tugu Kuta Reh merupakan bagian dari perang panjang masyarakat Aceh melawan pasukan Belanda yang terjadi 110 tahun lalu, tepatnya pada 14 Juni 1904.

Saat itu, pasukan Belanda di bawah pimpinan Van Daalen membantai rakyat Tanah Alas dari Kampung Kutarih.

Saat Belanda menyerbu, rakyat yang tidak mau tunduk kepada bangsa penjajah membangun benteng dari tanah di area yang tidak jauh dari desa mereka.

Rakyat Alas dibantai oleh pasukan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen atas perintah Gubernur Militer Belanda di Aceh.

Pembantaian dalam tragedi ini juga disebut sebagai genosida pertama yang di lakukan oleh Belanda di Indonesia yang menewaskan hampir mencapai 3 ribu jiwa, termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak yang tak berdosa.

Beberapa sumber sejarah menyebutkan, jumlah korban yang meninggal dalam tragedi pembantaian itu terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.

Namun sumber sejarah lainnya menyebutkan jumlah korban lebih banyak lagi, yakni berjumlah 4.000 orang.

Belum ditetapkan jadi Cagar Budaya

Meski menyimpan sejarah, Benteng Tugu Kuta Reh hingga saat ini belum ditetapkan sebagai cagar budaya.

Hal ini membuat pemerintah setempat tidak bisa mengelola situs peninggalan sejarah ini secara penuh.

Pamong Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Aceh Tenggara Dayatullah mengatakan, pihaknya akan segera mengajukan permohonan untuk menetapkan Benteng Tugu Kuta Reh sebagai Cagar Budaya (CB).

“Insyaallah kami akan melakukan sidang rekomendasi penetapan paling lambat Minggu pertama November 2024,” ujar Dayatullah.

“Setelah sidang, akan diterbitkan surat rekomendasi penetapan dari tim ahli. Selanjutnya bupati akan menerbitkan SK penetapan paling lambat 30 hari setelah rekomendasi penetapan di keluarkan,” sambungnya.

Setelah SK penetapan dari Bupati diterbitkan, pihaknya bisa lebih fokus untuk mengelola Benteng Kutarih.

“Karena sudah sudah ditetapkan menjadi CB. Jadi kalau sudah ditetapkan di November ini, maka kita bisa buat Juru pelihara Benteng Tugu Kutarih dan bisa kita alokasikan gaji bulanannya,” ungkap Dayatullah.

Ia menambahkan, pada tahun 2023, Kabupaten Aceh Tenggara telah memiliki 6 Tim Ahli Cagar Budaya dan 2 Tim ahli Pendaftar Cagar Budaya. (ASG)

Asnawi Luwi

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Bagikan