Sejarah dan Kemegahan Mesjid Beras Segenggam

Bagikan

Sejarah dan Kemegahan Mesjid Beras Segenggam

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Siapa yang tak kenal dengan nama besar Teungku Daud Beureueh. Ulama dan tokoh pergerakan Daulah Islamiah Tentara Islam Indonesia (DI.TII) yang tak lain adalah Gubernur Aceh pertama masa Presiden Soekarno.

Masa kejayaannya beliau bersama masyarakat di Kabupaten Pidie mendirikan sebuah masjid pada tahun 1951 yang terletak di gampong Beurenun Kabupaten Pidie. Masjid yang bernama Baitul A’la Lilmujahidin atau dengan nama lain Mesjid Abue Beureueh ini telah berusia 69 tahun dan menjadi salah satu cagar budaya Indonesia yang harus di jaga dan dirawat kelestariannya.
Bangunan masjid bercat putih dan memiliki dua Menara yang mengapit Kubah Utama masjid dengan arsitektur kuno. Pondasi masjid yang terletak di Kota Beureunuen, Kecamatan Mutiara, Pidie, Aceh ini dibangun pada tahun 1951 atas prakarsa Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan bantuan masyarakat.

Setelah fondasi siap, pembangunan masjid sempat terhenti selama 10 tahun. Bukan karena tak ada biaya, tapi saat itu Tengku Daud Beureueh memilih hijrah ke hutan akibat konflik DI/TII di Aceh.

Usai pemberontakan reda, mantan gubernur Aceh ini kembali mengajak masyarakat untuk melanjutkan pembangunan masjid yang sempat tertunda. Pada tahun 1963, masyarakat Kabupaten Pidie dan luar Pidie mengumpulkan bantuan berupa beras secupak dan telur. Bantuan yang terkumpulkan kemudian dijual untuk membeli berbagai material membangun Mesjid bersejarah tersebut.

Pembangunan masjid mulai dari penimbunan hingga fondasi dikerjakan warga dari beberapa kecamatan di Pidie secara sukarela. Mereka bergiliran mendapat jatah sesuai yang ditunjuk oleh Tengku Daud Beureueh. Pada tahun 1973, bangunan masjid seluas 1.350 meter persegi itu selesai dibangun.

Foto: Portalsatu.com

Masjid yang terletak di pinggir jalan lintas Banda Aceh-Medan ini selalu ramai dikunjungi warga yang sedang melakukan perjalanan. Pada masa Abu Beureueh masih hidup, banyak masyarakat yang melintas baik dari arah timur maupun barat berupaya menjadwalkan salat Jumat di masjid yang dihiasi relief berukir hiasan flora ini.

Bukan hanya masjid yang ramai disinggahi warga, tapi juga makam Tengku Daud Beureueh yang terletak persis di samping masjid. Makam tersebut dipagar dengan teralis putih ukuran segi empat. Di dalamnya terdapat dua pohon jarak dan batu nisan bertuliskan “Tgk Syi’ Di Beureu’eh (Tgk. Muhammad Dawud Beureu’eh), Lahir Ahad 17 Jumadil Awal 1317 (23 September 1899), Wafat Rabu 14 Zulqaidah 1407 (10 Juni 1987).”

Selain itu, tak jauh dari bangunan masjid berdiri sebuah balai yang kerap digunakan warga yang melakukan perjalanan untuk beristiharat. “Mereka banyak tidur-tidur di balai samping masjid karena saya tidak mengizinkan orang tidur di dalam masjid,” jelas Tengku Sulaiman.

Meski kini sudah berusia 69 tahun, bangunan masjid ini masih berdiri kokoh. Menurut Tengku Sulaiman, sejak pertama kali dibangun hingga kini bangunan masjid ini belum pernah direnovasi. Bahkan saat gempa berkekuatan 9,3 SR yang mengguncang Aceh pada 20 Desember 2004 silam, bangunan masjid termasuk menara tidak retak.

Pada tahun 2004 masjid ini ditetapkan sebagai benda cagar budaya, situs atau kawasan yang harus dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor KM.51/OT.007/MKP/2004. Dalam surat keputusan tersebut dituliskan, penetapan ini dilakukan oleh I Gede Ardika.

Foto utama: merdeka.com

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Bagikan