Taman Sulthanah Safiatuddin dibangun saat akhir-akhir pemerintahan Gubernur Abdullah Puteh untuk mengenang jasa ratu. Taman itu diresmikan oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri bersamaan dengan pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh yang ke IV. Kemudian setelah Aceh Damai, di Taman itu juga diadakan kembali Pekan kebudayaan Aceh ke V serta perhelatan seni lainnya.
Dalam taman ini terdapat 23 rumah adat atau anjungan dari berbagai kabupaten atau kota yang ada di Aceh. Rumah adat tersebut terdiri dari berbagai macam model, ada yang model rumah panggung yang dibangun dengan menggunakan material kayu, ada juga dibangun dengan beton.
Rumah adat ini sebagai bentuk keberagaman suku dan budaya yang tumbuh dalam masyarakat Aceh.
Dalam taman ini terdapat satu panggung utama, yang bisanya digunakan oleh pemerintah atau swasta untuk menyelenggarakan even-even kebudayaan atau seni. Panggung ini juga sering digunakan oleh komunitas seni untuk berlatih.
Sebelum mengenal lebih jauh, ada baiknya anda mengenal siapa itu Sulthanah Safiatuddin atau lebih familiar disebut dengan Ratu Safiatudin.
Safiatuddin adalah putri Sultan Iskandar Muda dengan permaisuri Putri Sani Ratna Indra, yaitu putri Maharaja Lela Daeng Mansur yang dikenal dengan sebutan Teungku Chik Direubee.
Safiatuddin seorang putri yang cerdik, gemar membuat sajak dan mengarang, sehingga dia sangat popular di bidang kesusasteraan. sejak usia tujuh tahun, ia sudah mendapat pendidikan yang baik bersama Iskandar Tsani dari ulama Hamzah Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniry. Dia juga mempunyai saudaranya Maharaja Lela Abdul Rahim.
Safiatuddin menikah dengn Iskandar Tsani pada 1620 M, putra raja Pahang yang diadobsi oleh Iskandar Muda setelah penaklukan Pahang pada 1618 M. Pada waktu itu Iskandar Tsani baru berumur tujuh tahun, setelah resmi menjadi anak angkat diberi nama Raja Bungsu. Setelah berusia sembilan tahun, Iskandar Tsani dinikahkan dengan Safiatuddin yang baru usia tujuh tahun.
Iskandar Tsani memerintah Kerajaan Aceh selama lima tahun. Setelah Iskandar Tsani wafat di pada 15 Februari 1641, kerajaan bingung mencari penggantinya. Salah satu pilihan penggantinya adalah istrinya sendiri, yaitu Ratu Safiatuddin
Namun terjadi pertentangan di kalangan ulama yang tidak menyetujui perempuan menjadi pemimpin. Akhirnya oleh Nuruddin Ar Raniri, seorang ulama besar dari Aceh berhasil menengahi pertentangan tersebut. Ratu Safiatuddin akhirnya naik tahta dengan gelar Paduka Sri Sultana Ratu Safiatuddin Tajul Alam Shah Johan Berdaulat Zillu’ilahi Fi’l Alam. Ia memerintah selama 35 tahun, dan turut berperang dalam Perang Malaka di tahun 1639 M.
Untuk mendedikasinya jasanya, Pemerintah Aceh membangun taman ini yang diberi nama Taman Sulthanah Safiatuddin, juga sering disebut taman mininya Aceh.
Taman yang dikelola oleh UPTD Taman Seni dan Budaya Aceh ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Adapun fasilitasnya seperti toilet umum, tempat sampah, tempat parkir, mushalla dan lein sebagainya.
Jika ingin menikmati pemandangan berbagai bentuk rumah adat Aceh,anda bida datang ke Taman Ratu Safiatuddin setiap hari, karena taman ini dibuka pukul 08.00 – 18.00 WIB menjelang magrib. Untuk masuk kesini tidak dikenakan biaya apa pun atau gratis.
Jika wisatawan yang berkunjung dan ingin beristirahat, tak jauh dari lokasi ini juga ada penginapan atau hotel bagi yang ingin bermalam. Selain itu, juga ada cafe cafe bagi yang ingin bersantai dan menikmati suasana malam di Banda Aceh.
Taman ini terletak di Jalan Senangin, Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Lokasi ini bersisian dengan Kantor Gubernur Aceh. Selain itu, juga berdekatan dengan Masjid Agung Al Makmur.
Foto: Bustami