SEBUAH tradisi, kesenian dan kebudayaan seharusnya dijaga dan dilestarikan. Sehingga, tak hilang meski zaman terus berganti. Sehingga generasi saat ini bisa menikmati kesenian Aceh yang memiliki makna dan filosofi yang kuat dan berakar.
Salah satu kesenian Aceh yang masih terjaga yaitu Dike PAM Panga yang berasal dari Aceh Jaya. Kesenian ini salah satu peninggalan indatu, khususnya di Desa Tuwie Empek, Kecamatan Panga.
Dari sejarahnya, Dike sendiri dalam pengertiannya ialah zikir sedangkan PAM adalah tidur. Dulunya, Dike PAM Panga diciptakan untuk menarik minat pemuda dalam memahami ajaran-ajaran Islam melalui syair.
“Dike PAM jika digabungkan menjadi zikir sambilan tidur,” kata Sejarwan Dike PAM Panga, Tgk Marwan beberapa waktu lalu.
Sejarah Dikee Pam ini lahir pada tahun 1951 di Desa Tuwi Eumpeuk Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya berkat kreasi dari Tgk Hamzah, yang merupakan seorang Guru Ngaji yang dikenal oleh kalangan masyarakat didaerah itu, beliau Meninggal pada tahun 1978.
Sejak pertama kali Dike Pam ini diciptakan, kelompok yang menekuni dan melestarikan kebudayaan dengan dalih syiar budaya islam ini, yang hanya ada di Gampong Tuwi Eumpeuk kala itu.
Pada awalnya Dikee Pam ini merupakan salah satu ritual yang sering dipertontonkan pada saat memperingati bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal dengan Maulid Nabi di penjuru kecamatan panga.
Seni Budaya yang satu ini, diawal mula pembukaan dibacakan shalawat, khususnya versi kitab berjanji. Dalam perkembangannya, Dikee Pam mulai bertransformasi dari yang hanya untuk memperingati acara maulid Nabi Muhammad SAW menjadi seni yang dipentaskan diberbagai acara hajatan, perkawinan, acara resmi pemerintahan dan juga festival kebudayaan Aceh.
“Kenapa ada PAM karena di dalam permainan tersebut, ada gerakan PAM (berbaring) bahasa Aceh dialek pesisir barat jadilah gabungan antar zikir dan PAM sehingga jadilah nama Dikee PAM,” ucapnya.
Dikee PAM pernah vakum, namun saat ini mulai digaungkan lagi, dari yang sebelumnya hanya dilakukan dalam rangka perayaan maulid nabi, kini menjadi seni pentas yang ditampilkan dalam berbagai kegiatan.
“Karena dulu Dike PAM itu Dike molod sebelum diadakan tahun 1974 sudah vakum karena generasi kedua itu sudah meninggal, maka berikutnya kami ini generasi keempat membuat lagi Dikee PAM, Alhamdulillah sudah diturunkan lagi ke generasi berikutnya,” katanya.
Dulu, kata dia, banyak ulama-ulama maupun tengku menyarankan agar Dikee PAM jangan dimainkan di acara maulid lagi. Sebab dalam kesenian itu ada gerakan memukul dada.
“Beberapa alasan dari Tengku bahwa itu kurang bagus, akhirnya dijadikan sebagai seni saja,” katanya.
Kini, kesenian yang memadukan gerak tangan sambil menepuk dada ini kerap dipentaskan di acara-acara besar, baik menyangkut dengan adat maupun kegiatan lainnya yang bersifat kemasyarakatan.
“Dike Pam juga sarat dengan nilai-nilai ke-Islaman dan itu terpancar lewat syair yang dibawakan, misalnya kisah para nabi-nabi,” ujar Marwan.
Penampilan Dike Pam yang paling signifikan dan sangat berkesan bagi para pegiatnya adalah pada saat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) di Banda Aceh pada tahun 2004 silam. Kegiatan PKA yang dikemas merupakan pentas pertama kali bagi mereka yang mewakili Kabupaten Aceh Jaya.
Lalu, setelah sekian lama dinanti akhirnya Dikee Pam ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia 2022 oleh Kemendikbud Ristek Republik Indonesia.
“Penetapan WBTB oleh Kemendikbud RI merupakan satu anugerah budaya Kabupaten Aceh Jaya di kancah nasional, dengan adanya penetapan ini kita berharap melalui Dikee Pam Aceh Jaya juga dikenal oleh masyarakat nasional,” ucapnya.
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal menuturkan bahwa dikee adalah salah satu seni sastra Islam dari Aceh yang masih terus dilestarikan hingga kini.
“Kehadiran dikee di tengah masyarakat masih sangat perlu untuk dilaksanakan,” ujarnya.
Lewat dikee, kata Almuniza, banyak sekali nasihat yang dilantunkan, mulai nasihat dari Nabi Muhammad SAW hingga sejarah-sejarah Islam yang disampaikan dengan lantunan merdu oleh pesertanya dan juga menarik minat warga yang menyaksikannya.
“Dikee juga merupakan salah-satu media yang efektif dalam mensyiarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat,” kata Almuniza saat memberikan sambutan. (ASG)
Fahzi