Didong, Kesenian Tradisional Gayo yang Masih Terjaga

Sekelompok anak muda duduk melingkar di atas panggung kecil sedang berdidong. | Foto : Istimewa
Sekelompok anak muda duduk melingkar di atas panggung kecil sedang berdidong. | Foto : Istimewa

Bagikan

Didong, Kesenian Tradisional Gayo yang Masih Terjaga

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

BENER MERIAH – Sekelompok anak muda duduk melingkar di atas panggung kecil. Salah seorang di antaranya mengucapkan salam sebagai tanda pembuka, mengawali penampilan kesenian Didong yang disuguhkan kepada masyarakat.

Tepuk tangan membentuk irama diiringi alunan bait-bait syair terdengar merdu. Penonton yang penasaran dengan suara itu, perlahan mendekat dan mengerumuninya.

Penampilan Didong yang hanya menggunakan kedua telapak tangan dan bantal kecil itu, tampak sangat dinikmati pengunjung meski syair di dalamnya menggunakan bahasa daerah Gayo.

Didong merupakan salah satu kesenian tradisional populer di tengah masyarakat Bener Meriah dan Takengon, Aceh Tengah. Kesenian ini bagian dari tradisi masyarakat Gayo yang masih berkembang hingga saat ini.

Didong biasanya dimainkan saat acara pesta pernikahan dan event budaya. Dimainkan oleh kalangan dari berbagai usia mulai dari orang tua, remaja hingga anak-anak.

Syair yang dilantunkan dalam didong adalah nasihat-nasihat sosial, agama hingga hubungan manusia dengan alam. Dalam kesenian ini dipimpin oleh seorang ceh (vokal) yang membawakan syair-syair tersebut.

Kesenian tersebut adalah tradisi yang sudah mendarah daging di tengah masyarakat di Bener Meriah-Takengon atau masyarakat Gayo khususnya.

Kesenian didong tak hanya sekadar penampilan kesenian semata, namun juga ikut membantu dalam proses pembangunan. Masyarakat Bener Meriah dan Aceh Tengah dulunya kerap memainkan Didong saat hendak membangun masjid atau musala.

Dahulu, Didong ini diperlombakan, jadi setiap warga yang ingin menyaksikan harus membeli tiket, dan dari hasil itu disumbangkan untuk pembangunan masjid.

Diceritakan dulu setiap ada pembangunan rumah ibadah penampilan didong dimainkan semalam suntuk (semalaman) dimulai dari pukul 22.00 WIB hingga menjelang subuh. Menariknya, kala itu pemain menampilkan kesenian didong dengan ikhlas tanpa dibayar demi pembangunan masjid.

Beranjak dari semangat itulah kesenian didong di tanah Gayo tidak pernah mati apalagi punah. Kesenian ini terus berkembang di tengah masyarakat.

Di sisi lain untuk tetap menjaga kelestariannya, didong terus ditampilkan dalma acara festival atau perlombaan tingkat pelajar, dan event-event kesenian lainnya.

Penulis : Zuhri Noviandi

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Bagikan