Mengenal Tradisi Pengantin Berkuda dan Mesikhat Suku Alas

Tradisi pengantin wanita berkuda telah dilakukan masyarakat Suku Alas, Kabupaten Aceh Tenggara sejak dahulu. | Foto : Riza Azhari
Tradisi pengantin wanita berkuda telah dilakukan masyarakat Suku Alas, Kabupaten Aceh Tenggara sejak dahulu. | Foto : Riza Azhari

Bagikan

Mengenal Tradisi Pengantin Berkuda dan Mesikhat Suku Alas

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

KUTACANE – Pengantin berkuda menjadi salah satu budaya unik di Kabupaten Aceh Tenggara. Tradisi ini masih terjaga sampai saat ini.

Tradisi yang sudah ada sejak lama ini biasanya ditampilkan dalam acara adat, seperti pernikahan. Pengantin berkuda menjadi salah satu bagian penting dalam adat perkawinan Suku Alas.

Biasanya pengantin wanita mengenakan pakaian Mesikhat, berangkat dari rumah menuju kediaman mempelai pria menggunakan kuda. Kuda ini melambangkan sebagai alat transportasi yang digunakan masyarakat Alas sejak dahulu.

Saat prosesi penghantaran, pengantin wanita menunggang kuda yang turut didampingi oleh paman sang dara baro (mempelai wanita). Kemudian, anggota keluarga dan masyarakat juga ikut menyertainya. Jika di wilayah timur atau pesisir Aceh, kegiatan ini lebih dikenal dengan sebutan intat dara baro.

Jadi, setiba di rumah pengantin pria, rombongan mempelai wanita akan disambut oleh keluarga dan tokoh adat setempat, setelah itu baru dipersilahkan masuk ke dalam rumah.

Keunikan dari pengantin berkuda ini, yaitu hanya dilakukan mempelai wanita. Sedangkan mempelai pria tidak menaiki kuda. Filosofi dari pengantin berkuda ini sendiri untuk menyampaikan pesan bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Alas menjunjung tinggi untuk memuliakan kaum wanita.

Mesikhat, Pakaian Adat Alas

Kata Mesikhat berasal dari bahasa Suku Alas, yaitu “tesikhat” artinya mengaplikasikan motif hias yang ada di pikiran tanpa membuat sketsa, dan diaplikasikan kepada benda atau objek.

Mesikhat, pkaian adat Suku Alas. | Foto : Riza Azhari

Mesikhat mulai dikenal sekitar tahun 1910. Awalnya Meusikhat diterapkan pada rumah adat, namun seiring berjalannya waktu, motif ini mulai diaplikasikan ke objek lain seperti baju adat, tas, dompet, dan aksesoris lainnya.

Dahulu Mesikhat hanya dikenakan oleh para raja, seiring berjalannya waktu, pakaian adat tersebut kini juga dipakai oleh masyarakat Suku Alas.

Biasanya, masyarakat Alas mengenakan Mesikhat saat momen tertentu, seperti upacara adat dan sebagainya. Pada dasarnya, Mesikhat adalah motif hias khas masyarakat Suku Alas yang memiliki lima warna, yakni merah, kuning, putih, hijau, dan hitam.

Masing-masing warna yang ada pada Mesikhat memiliki makna tersendiri. Warna merah melambangkan keberanian, hijau kesuburan, kuning kejayaan atau kemegahan, putih kesucian, dan hitam kepemimpinan.

Pada acara pernikahan, ada perbedaan Mesikhat antara mempelai pria dan wanita. Mesikhat dipakai mempelai wanita, terdapat bunga sumbu yang dikenakan di kepala. Kemudian bawahannya menggunakan songket dan baju dasar yang berwarna hitam.

Sedangkan Mesikhat yang dikenakan pengantin pria, dilengkapi Bulang Bulu, identik berwarna merah diikat pada bagian kepala. Kemudian menggunakan bogok, artinya kain selempang yang dikalungkan di leher.[]

Penulis : Emje

 

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Bagikan