Berdasarkan sejarah, Aceh merupakan tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan berperan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada era Sultan Iskandar Muda di tahun 1607-1636 Masehi. Pada masa itu, Kesultanan Aceh adalah negara terkuat dan termakmur di kawasan Selat Malaka.
Travelers, untuk penyuka wisata sejarah lokasi ini adalah salah satu yang terbaik di Aceh, bahkan Indonesia. Namanya jelas saja, Museum Aceh. Museum yang didirikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A Swart sejak Juli 1915 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.
Museum Aceh dahulunya adalah koleksi pribadi dari Jenderal H.N.A Swart, yang kemudian sering ditampilkan pada pameran-pameran koleksi. Koleksinya pun tidak tanggung-tanggung, karena menyimpan berbagai pernak-pernik masyarakat Aceh sejak masa Pra-Sejarah.
Bangunan museum dahulunya hanyalah Rumoh Aceh (sebutan untuk rumah adat Aceh), terdiri dari bangunan dengan bahan dasar kayu dan memiliki tangga yang menuju ruang terbuka di bagian dalam rumah. Menariknya, rumah ini memiliki pasak kayu yang fleksibel (dapat dibongkar-pasang).
Rumoh Aceh pada tahun 1914, dipertunjukkan pada Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) yang berlangsung di Semarang. Dalam pelaksanaan pameran, kebanyakan koleksi yang ditampilkan adalah benda pusaka peninggalan kesultanan Aceh. Rumoh Aceh memperoleh anugerah sebagai Paviliun terbaik dengan perolehan 4 medali emas, 11 perak serta 3 perunggu untuk berbagai kategori.
Lokasi Museum Aceh ada di Jl. Sultan Mahmudsyah No.10, Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Letaknya tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman, kurang lebih jaraknya 2 km, dan dapat diakses dengan menggunakan kendaraan pribadi atau menggunakan Trans Kutaraja, atau ojek dan taksi.
Museum Aceh saat ini menjadi destinasi menarik dan ramai dikunjungi wisatawan peminat sejarah, karena Kompleks Museum Aceh memamerkan artefak-artefak peralatan perang masa kerajaan, alat pertanian tradisional yang saat ini sangat sulit ditemukan, arsitektur Rumoh Aceh serta isi rumah, alat kesenian, miniatur Masjid Raya Baiturrahman tahun 1879, keramik kuno, hingga nisan peninggalan era kerajaan Aceh. Ada juga Lonceng Cakradonya yang merupakan hadiah dari Laksamana Chengho kepada Sultan Aceh. Benda ini dapat Anda lihat saat pertama kali memasuki komplek museum.
Museum Aceh, dibuka mulai dari Hari Selasa sampai Hari Minggu, mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan buka kembali mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.15 WIB. Museum hanya tutup pada hari Senin, travelers. Sedangkan untuk harga tiket masuk masuk bervariasi mulai dari 3 ribu rupiah untuk orang dewasa dan 5 ribu rupiah untuk orang asing. Bangunan museum terdiri dari beberapa bangunan, diantaranya ialah Gedung A dan Gedung E yang berisi pameran berbagai artefak dan peninggalan, serta Rumoh Aceh yang mempresentasikan rumah tradisional Aceh dengan berbagai fungsinya.
Butuh diketahui ya, travelers. tidak ada penjual kuliner dan minuman di lingkungan Museum Aceh, jadi pastikan kamu sudah menyiapkan bekal sebelum menjelajahi museum.