Kerkhof Peutjoet adalah sebuah pemakaman tua di pusat kota Banda Aceh. Peutjoet berarti pangeran muda, dan berasal dari nama anak laki-laki Sultan Iskandar Muda. Jasad Peutjoet di kubur di sini setelah dihukum pancung karena dianggap melanggar hukum Islam yang berlaku di Kerajaan Aceh Darussalam.
Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1607 sampai 1636 dan memiliki empat orang istri. Salah satu istinya bernama Putroe Phang, yang berasal dari Pahang, Malaysia. Dari empat istri itu, ia hanya memiliki seorang anak laki-laki, yaitu Meurah Pupok. Ia memanggil anak kesayangannya itu dengan nama Photeu Tjoet (Peutjoet).
Sultan Iskandar Muda meninggal ditahun yang sama dengan anaknya setelah dihukum pancung di tahun 1636, jauh sebelum kedatangan Belanda ke Aceh. Perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada tahun 1873 hingga 1904. Tepat pada Januari 1904, Kesultanan Aceh direbut paksa oleh Belanda, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.
Bersamaan Belanda menyatakan perang melawan Aceh, Kerkhof mulai digunakan sebagai komplek kuburan Belanda. Bentuk bangunan atau nisan kuburan di Kerkhof Peutjoet bergaya Eropa. Selain itu, ukuran bentuk kuburan dan nisan juga bervariasi. Ada yang berbentuk salib batu, ujung pena, pilar panah, balok beratap, dan kubus.
Sementara itu, makam Meurah Pupok berada dalam pagar kecil. Kuburan ini berbeda dengan yang lainnya. Nisan Meurah Pupok terpancang di atas undakan semen setinggi setengah meter berbentuk segi empat bergaya Aceh kuno.
Kerkhof dalam bahasa Indonesia berarti permakaman. Kata tersebut dalam bahasa Belanda: Kerkhoff, dengan huruf “f” ganda, serta memiliki dua suku kata, yaitu “kerk” diartikan gereja, dan “hoff” yang berarti halaman. Kebiasaan orang Belanda menguburkan keluarganya di samping gereja, lama-kelamaan kata “Kerkhoff” dijadikan sebutan untuk sebuah permakaman atau kuburan.
Di muka depan kompleks Kerkhof Peutjoet dibangun tembok tinggi melengkung, yang dibangun pada tahun 1893. Tembok atau gerbang ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada letnan satu J.J.P Weijerman. Ia tewas dalam pertempuran dengan pejuang Aceh di Masjid Siem, Kroeng Kale pada 20 Oktober 1883.
Buku De hel den serie jilid 8 halaman 25, yang diterbitkan Atjehsch Leger Museum tahun 1940 menuliskan, “Luitent Weijerman was de eerste officer die op peutjoet na de oprachting van de monumentele poor ter aarde werd besdteld (Letnan Weijerman adalah perwira pertama yang dikuburkan di Peutjeoet setelah Peutjoet dilengkapi dengan pintu gerbang kehormatan).”
Di bagian atas pintu gerbang ditulis: Untuk sahabat kita yang gugur di medan perang. Kalimat itu ditulis dalam tiga bahasa, yaitu Belanda, Arab Melayu, dan Jawa.
Dinding-dinding gerbang terdapat deretan nama tentara militer Belanda yang tewas selama peperangan Aceh. Dalam bahasa Belanda gerbang ini dinamai De Erepoort atau Gerbang Kehormatan.
Diperkirakan 2200 serdadu Belanda dikuburkan di Kerkhof Peutjoet, dan beberapa diantara mereka berpangkat jenderal, yaitu Jenderal Van der Heijden, Jenderal J.L.J.H. Pel, Jenderal Van Aken, dan Jenderal Kohler. Kerkhof ini menjadi bukti ketangguhan bangsa Aceh menghadapi penjajahan Belanda.
Jenderal Kohler adalah pemimpin ekspedisi pertama penyerangan pertama Belanda terhadap Aceh. Kohler dan pasukannya memasuki Aceh melalui pantai Ceureumen, Ulee Lheue pada 6 April 1873. Naas bagi Kohler, hanya berselang beberapa hari pendaratannya di Aceh, ia menghembuskan napas terakhir di tembak gerilyawan Aceh tepat di depan Mesjid Raya Baiturrahman pada 14 April 1873.
Pada setiap nisan memendam cerita penyebab meninggalnya seseorang. Ada beberapa keterangan yang ditulis di nisan, yakni overleden berarti meninggal, bisa karena sakit atau akibat lainnya, gesneuveld berarti gugur di medan pertumpuran, serta drunken yang berarti tenggelam.
Di Kerkhof Peutjoet juga dikubur jasad tentara kolonial dari berbagai suku bangsa, bahkan ada juga sekelompok orang Yahudi yang dulu tinggal di Aceh dimakamkam di sini. Kerkhof di Aceh adalah salahsatu pemakaman militer terbesar Belanda di dunia. Pemakaman ini memiliki lahan seluas 3,5 hektar terletak di Jalan Teuku Umar, Kampung Blower, serta bersebelahan dengan Museum Tsunami Aceh.
Pintu masuk pemakaman terletak persis berhadapan dengan lapangan Blang Padang. Ada beberapa tempat dimana wisatawan bisa sekalian singgahi ke Monumen Thanks to The Word. Monumen itu adalah simbol terima kasih Aceh kepada masyarakat dunia yang telah membantu pemulihan pasca bencana tsunami 2004.
Di sekitar itu wisatawan juga bisa melihat situs sejarah Monumen Pesawat Dakota RI 001 Seulawah, yang merupakan pesawat angkut pertama yang dimiliki Indonesia dari sumbangan rakyat Aceh.