Rumah Aceh atau sering disebut dengan Rumoh Aceh, merupakan bangunan rumah tradisional Aceh. Salah satu bangunan menjadi tempat wisata yang diabadikan dalam komplek Museum Aceh yang terletak di Jalan Sultan Mahmudsyah No.10, Peuniti, Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh atau sekitar 2,1 km dari Masjid Raya Baiturrahman.
Bangunan rumoh Aceh terbuat dari kayu seumantok, yang berbentuk rumah panggung dengan tiang-tiana pejangga. Konstruksi rumah ini sangat kokoh, walaupun banyak bagian rumah hanya dipersatukan dengan tali ijuk, pasak, serta baji sebagai pengganti paku dan sekrup.
Rumoh Aceh di Museum Aceh dianggap sebagai ikon budaya dan sejarah tradisional masyarakat Aceh saat ini karena memuat hamper semua kerajinan yang dihasilkan oleh beragam etnis masyarakat Aceh.
Rumoh Aceh terdiri dari tiga bagian, yaitu seuramoe keue (serambi depan), seuramoe teungoh (serambi tengah), dan seuramoe likot (serambi belakang). Ketiga seuramo itu mempunyai fungsi masing-masing.
Untuk memasuki Rumoh Aceh, anda harus menaiki tangga menuju serambi depan yang terbentang sepanjang rumah.
Serambi depan berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu, tempat menjalankan kegiatan agama dan tempat bermusyawarah. Bagian ujung Barat ruangan ditutup dengan tikar, dan pada upacara- upacara sakral dan khidmat pada bagian tersebut dihamparkan permadani tempat di mana setiap tamu disediakan tikar untuk duduk (tika duek) berbentuk persegi empat berhias anyaman indah.
Di ruangan ini, dipajang beberapa lukisan para pahlawan Aceh, seperti Cut Meutia, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar Johan Pahlawan, Tgk Chik di Tiro, Teuku Nyak Arif dan Sultan Iskandar Muda.
Dari serambi depan, anda bisa memasuki serambi tengah. Ruangan ini terdapat kamar tidur dan pelaminan. Ruangan ini dianggap paling paling suci dalam rumah tradisional Aceh, karena disinilah pasangan suami istri tidur dan upacara-upacara dilaksanakan.
Sedangkan serambi belakang berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruangan dapur. Sebagai ruang keluarga, ruang ini merupakan tempat berkumpul anggota keluarga, mengasuh anak, dan melakukan kegiatan sehari- hari para wanita, seperti jahit-menjahit, menganyam tikar dan sebagainya.
Ruangan dapur berisi segala perlengkapan dapur, mencakup peralatan masak-memasak dan bahan makanan. Sudah menjadi kebiasaan, dapur selalu ditempatkan pada bagian ujung Timur ruangan agar tidak mengganggu kegiatan ibadah salat.
*
Di bawah Rumoh Aceh ini terdapat beberapa barang peninggalan sejarah, seperti jeungki, Geureubak, Krong pade, Replika Masjid Raya Baiturrahman, Potongan Pohon Geulumpang dan Meriam peninggalan Belanda.
Jeungki
Jeungki merupakan alat penumbuk tradisional di Aceh yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan petani. Alat ini berfungsi sebagai penumbuk padi menjadi beras. Selain itu, juga dapat dipakai untuk menumbuk kopi, sagu, emping beras, tepung, menumbuk bumbu masakan dan kelapa.
Geureubak
Adalah sejenis alat angkutan tradisional untuk mengangkut barang yang digerakkan dengan tenaga lembu atau kerbau.
Krong pade
Tempat ini terbuat dari anyaman kulit bambu atau buluh. Krong pade ini dapat diisi hingga 3,5 ton padi kering. Bagian dalam dilapisi dengan tikar daun pandan. Tempat ini biasanya ditempatkan di bawah rumah atau pada bangunan lain yang khusus dibuat menyerupai balai di sekitar rumah.
Replika Masjid Raya Baiturrahman
Bagi anda yang ingin melihat bagaimana bentuk Masjid Raya Baiturrahman dari massa ke masa, anda bisa melihat replikanya di bawah Rumoh Aceh, dari tahun 19873, 1979, 1936 sampai 1957.
Potongan Pohon Geulumpang
Pohon geulumpang (Sterculia foetida) ini dijadikan situs sejarah tempat panglima perang Belanda, Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas ditembak pejuang Aceh pada 14 April 1873 silam. Potongan pohon ini diabadikan di bawah Rumoh Aceh.
Meriam
Meriam besi ini merupakan barang peninggalan Belanda, yang diperkirakan berasal dari abad ke-17.
Rumoh Aceh dibuka setiap hari pukul 08.30 – 16.00, untuk bisa memasukinya, anda terlebih dahulu harus membeli tiket yang disediakan di bawah Rumoh Aceh Harga tiket bervariasi, dari harga 2.000 hingga 10.000.
Foto-foto: Bustami